NEWS.MK- Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Merah Putih
(Kami bukan pembangun kuil. Kami hanya pembawa batu. Kita adalah generasi yang harus binasa. Semoga tumbuh generasi lebih baik bangkit dari kubur kita) - (Henriëtte Roland Holst).
Puisi merefleksikan kiprah dan kesucian hati para ksatria yang telah mendahului kita. Para pejuang bertarung menyabung nyawa dengan semboyan: “Merdeka atau Mati” -- sebuah semboyan yang kini terasa absurd, dengan lahirnya generasi yang kosong dari nilai nilai perjuangan para pendahulu kita.
Mempertaruhkan nyawa untuk mencapai kemerdekaan, mereka berjuang menempuh bahaya yang sangat besar.
Itu semuanya mereka lakukan demi kemerdekaan, demi perwujudan kecintaan kepada tanah air, dan demi satu harapan mulia, “agar tumbuh generasi dan pemimpin yang lebih sempurna....”
Dugaan kuat Jokowi apalagi Gibran sangat mungkin tidak mengetahui, bahwa konstitusi menyebutkan negara ini berbentuk Republik. Para pejuang dulu dijuluki kaum “Republikein”.
Sangat mengerikan akibat kosong nilai dan buta sejarah tingkah para pemimpin kita saat ini menjadi lebih feodal, kalau tidak lebih zalim, hanya semata mempertahankan kekuasaan.
Akibatnya kurang menyadari bahwa dalam kata Republik tersimpul makna filosofis yang dalam, yakni "respublica atau kemaslahatan bersama dalam arti seluas-luasnya"
Frasa “cinta tanah air” juga mengalami penyimpangan makna. Konsep “patriotisme”, padanannya, seperti terpinggirkan dari kosakata perpolitikan Indonesia, dan sebagai gantinya justru lebih mengemuka konsep “nasionalisme”.
Kedua konsep memang sama-sama menggugah sentimen nasional, dan keduanya sama-sama dapat membangkitkan kekuatan dahsyat. Tetapi di balik kesamaan itu ada garis tebal yang memisahkannya.
Musuh masing-masing juga berbeda : Musuh patriotisme adalah _"segala jenis tirani, ketidakadilan, dan korupsi"_.
Sementara bagi "nasionalisme” yang dimusuhi adalah "pencemaran budaya, ketidak utuhan, serta segala sesuatu yang berbau asing"
Elan “cinta tanah air” dalam arti “patriotisme” itulah yang seharusnya selalu disenandungkan kaum muda berjiwa patriot, seperti pernah diperagakan oleh para pejuang kemerdekaan.
Patriotisme menuntut khususnya anak muda menjadi calon pemimpin memiliki kepribadian, peduli dan memahami terhadap denyut kehidupan rakyat, anti ketidak adilan, penindasan dan penjajahan gaya baru.
Bukan anak muda ingusan yang hanya bisa berjoget-joget model _"gemoy"_ yang menjijikkan seperti anak editor, terkesan liar dan tidak terdidik. Bukan anak bodoh yang akan dibesarkan menjadi boneka oligarki.
Kerajaan Inggris yang dikenal begitu liberal ternyata masih mewarisi aspek tertentu dalam Republikanisme.
Apa bunyi seruan itu?. “Your Country Needs You” --Negeri Membutuhkan Anda. Dan anak raja sebelum masuk sebagai bagian pemimpin negara terlebih dahulu di tempa wajib militer bahkan harus terjun di medan perang.
Bukan langsung jadi kandidat Cawapres yang tidak terdidik tanpa rekam jejak sebagai pejuang atau patriot. Negara buruh patriot bukan anak ediot. ***
Sumber : Konten Islam
==============
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari News.MuslimKreatif. Mari bergabung dan follow di Twitter "News.MuslimKreatif Update", caranya klik link https://twitter.com/indoaktual, kemudian join. Anda harus install aplikasi Twitter terlebih dulu di ponsel.
Posting Komentar